Sumber Kesaksian: Jimmy Wardenar
Jimmy Wardemar sosok pria yang terkenal sangat pemarah dan kejam. Ia tinggal di Sentani, Papua. Semua orang takut berhadapan dengan dia. Berikut ini perjalanan hidupnya.
Satu hari, Jimmy mendatangi rumah pacarnya di Pantai Amade. Pacar Jimmy (Tince Homer) berjanji untuk datang ke rumah Jimmy. Karena marah, Jimmy mendatangi rumah pacarnya di Pantai Amade dalam keadaan mabuk. Ternyata, pacarnya tidak ada di rumah dan adiknya berkata mungkin Tince ada di pantai.
Jimmy Wardenar: Dia janji kepada saya, "Saya akan ke rumah kamu". Tetapi, dia tidak datang, di situ membuat hati saya marah. Saya cari dia di pantai.
Jimmy beranjak ke pantai dengan marah sambil mengibas-ngibaskan parangnya ke berbagai arah. Di pantai, ia pun langsung menghampiri pacarnya dan menempelkan parang di leher Tince.
Tince Homer: Langsung Jimmy taruh parang. Terus, takut saya. Kakak saya datang. Kakak pukul dia, dia tidak terima. Terus, dia rebut parang, langsung kejar kakak saya.
Jimmy langsung mengejar Anis. Ia melampiaskan kemarahannya kepada Anis yang sempat melemparinya dengan batu. Setelah itu, Jimmy langsung menebas kaki Anis dengan parang.
Jimmy Wardenar: Saya potong dia di kaki dia.
Tince Homer:Jimmy cincang dia seperti potong anjing.
Orang-orang dan polisi pun berdatangan karena mendengar teriakan minta tolong Anis. Polisi bahkan sampai mengeluarkan senjata untuk menenangkan massa.
Tince Homer: Polisi tembak ke langit pertama, terus ke bawah, ke tiga mau ke badannya Jimmy, langsung ia ditangkap. Jimmy itu sangat nakal sekali. Semua orang di Sentani tahu, kalau Jimmy tuh nakal. Jimmy tuh kalau sedikit bertengkar pasti bawa parang. Padahal masih pacaran, Jimmy bisa pukul saya sampai pingsan-pingsan.
Jimmy pun diadili dan harus pasrah dengan keputusan hakim. Karena perbuatannya, Jimmy dijatuhi hukuman lima tahun penjara. Di dalam penjara, ia sempat dipukuli oleh seorang polisi. Diam-diam, dia merencakan untuk membalas dendam kepada polisi tersebut. Satu kali, ia mengundang si polisi untuk minum bersama.
Jimmy Wardenar: Waktu saya keluar dari penjara, bebas, saya undang dia polisi itu yang pernah pukul saya di sel. Kami mabuk. Waktu mabuk itu, teman saya sudah punya rencana untuk pukul dia. Tapi, teman saya tuh karena emosi dia, dia ambil batu dan lempar kepalanya.
Karena kejadian itu, Jimmy kembali dikejar oleh polisi. Setelah buron selama satu bulan, Jimmy ditangkap. Penjara kembali menjadi rumah Jimmy. Masa depannya suram. Dan seolah tidak lagi ada harapan. Kekeras pribadi Jimmy ini diakibatkan kekerasan yang ia alami sejak ia masih kecil. Ia sering dimarahi dan dipukuli oleh ayahnya.
Jimmy Wardenar: memang waktu dari kecil, ya saya dengan Bapak sering dipukul, sering dimarah, dibilang goblok. Waktu itu saya marah. Marah dengan Bapak. Marah sekali. Dan saya simpan itu dalam hati. Saya rindu sekali ketemu dengan orang tua, tetapi tidak bisa ketemu dengan orang tua.
Perubahannya diawali pada suatu malam yang ajaib di penjara. Jimmy dikejutkan oleh sebuah cahaya terang yang bersinar tepat di depan pintu penjara saat ia sedang berdiri tepat di depan terali penjara.
Jimmy Wardenar: Malam-malam, kami sudah masuk semua ke dalam tahanan. Waktu itu saya lihat banyak orang, mereka ada yang berkelahi, dipotong dengan parang. Terus, tentara pukul orang dengan kayu, terus ada lihat suster-suster juga, pegawai-pegawai Negeri yang suka menipu. Ada juga yang beribadah di gereja. Itu hampir sekitar dua jam atau tiga jam.
Banyak peristiwa dan kehidupan orang-orang terlintas di depan matanya dalam penglihatan itu. Kemudian, ada suara yang bergema dalam diri Jimmy.
Jimmy Wardenar: "Jim, dari semua yang kau lihat di sini, mana yang harus kau pilih?" Saya pilih hidup seperti orang yang berdoa. Dan saya ambil satu keputusan, saya tidak mau lagi hidup seperti itu.
Kini, Jimmy yang sekarang bukanlah Jimmy yang dikenal orang-orang di Kota Sentani. Pacar yang kemudian menjadi istrinya, Tince pun mengakuinya.
Tince Homer: Sampai sekarang, dia tidak pernah pukul saya lagi. Tidak pernah buat-buat hal yang Tuhan tidak ingin kan, begitu.
Perubahan itu bertahan sampai saat ini. Frans Billin yang merupakan pembimbing rohani Jimmy juga mengakui perubahan yang terjadi pada diri Jimmy.
Frans Billin: Waktu dia mengalami perubahan, waktu dia mengalami pertobatan, dilawat oleh Tuhan di penjara dan keluar, dia menyerahkan diri pada Tuhan. Orang boleh melihat ada hal yang baru dalam dirinya.
Saat beribadah di gereja, Jimmy bisa memuji Tuhan dengan sangat bersukacita.
Jimmy Wardenar: Setelah saya mengenal Tuhan. Di situ saya rasa, rasa sukacita. Walaupun ada masalah, saya disinggung, tetapi saya rasa tetap dihibur oleh Tuhan.
Namun, Jimmy belum merasa cukup. Ia masih ingin meminta maaf pada orang yang pernah dianiayanya 4 tahun yang lalu. Dalam suatu kesempatan, Jimmy mendatangi rumah Anis untuk meminta maaf. Saat Jimmy datang, tak disangka Anis bisa menyambut Jimmy dengan senyuman. Seakan lega, Jimmy pun memeluk Anis sebelum mereka berbincang-bincang.
Pertemuan yang masih terlihat agak kaku dan terlihat sedikit menegangkan itu pun semakin cair saat Jimmy meminta maaf pada Anis. Lalu ia bangkit dan menghampiri Anis untuk memeluknya. Anis pun mengulurkan tangan dan meminta maaf. Lalu, Jimmy memberikan hadiah yang ia sudah siapkan. Anis pun membukanya dengan terharu dan memandangi Jimmy. Jimmy terlihat sedikit cemas. Namun, kecemasan itu segera sirna setelah Anis angkat bicara.
Anis: Terima kasih atas perbuatan yang engkau jalani... dalam tahanan.
Jimmy Wardenar: Yah, saya terima kasih juga sama Kakak. Saya tahu ini rencana Tuhan buat saya dengan Kakak.
Lalu ia berdoa bersama Anis sambil berpegangan tangan.
Jimmy Wardenar: Tuhan, kami tahu, semua ada dalam rencana-Mu Tuhan. Setiap waktu setiap saat, di mana kami ada, Engkau ada di situ Tuhan. Dan Engkau melihat hati kami yang ada di dalam ini. Kami rindu mau berdamai. Kami rindu hidup dalam kasih. Kami rindu hidup dalam sukacita-Mu, Tuhan. Saya percaya Tuhan, kami sudah damai. Dan Engkau sudah mendamaikan kami juga di surga Tuhan. Kami taruh semua dalam tangan-Mu, Tuhan. Haleluya, Amin.
Selah itu, Jimmy bersalaman dengan anggota keluarga lainnya yang ada di tempat itu. Mereka saling berpelukan. Kelegaan dan sukacita pun terpancar dari wajah Jimmy dan Anis. Tak ada lagi rasa benci atau pun dendam di antara mereka. Karena pengenalan mereka akan Yesus Kristus yang adalah Raja Damai itu sendiri, maka mereka memutuskan untuk saling mengampuni, seperti yang Kristus ajarkan.
Yesaya 51:11 Maka orang-orang yang dibebaskan TUHAN akan pulang dan masuk ke Sion dengan sorak-sorai, sedang sukacita abadi meliputi mereka; kegirangan dan sukacita akan memenuhi mereka, duka dan keluh akan menjauh.